Perempuan Tolak Kemiskinan menjadi salah satu kampanye Aksi! for gender, social and ecological justice dalam upaya menguatkan suara komunitas di garis depan dalam perjuangan melawan ketidaksetaraan ekonomi. Sistem pertumbuhan ekonomi negara yang bertumpu pada eksploitasi sumber daya alam, buruh, utang luar negeri, serta investasi asing langsung jadi akar persoalan proses pemiskinan. Ngerinya lagi, kekuatan militer dan birokrasi digunakan untuk menundukkan mereka yang menentang kebijakan, perampasan sumber daya alam, dan eksploitasi industrial.
Terbentuk pada 11 Maret 2022 dalam forum Konsultasi Nasional Perempuan yang digelar di Bali, Indonesia, P23+ diinisiasi oleh para perempuan yang tergabung dalam 23 organisasi dan komunitas akar rumput dari berbagai wilayah di Indonesia.
Jejaring ini dibentuk sebagai respons keprihatinan terhadap kondisi ketidakadilan gender dan ketimpangan struktural ekonomi yang dihadapi para perempuan di Indonesia.
P23+ memperjuangkan 5 isu prioritas perempuan, antara lain pada forum-forum terkait G-20 di Indonesia dan pertemuan para pihak di tingkat lokal dan nasional lainnya.
Mari bersama-sama memperjuangkan dan mendesakkan lima isu prioritas perempuan!
Sampai hari ini, negara dan non negara terus mengabaikan hak-hak perempuan, terutama perempuan miskin, seperti hak atas pendidikan yang layak, jaminan perlindungan kesehatan dan kesehatan reproduksi perempuan, akses ekonomi dan pengakuan kerja perempuan, terutama perempuan pekerja rumahan dan pekerja informal lainnya, dan atas lingkungan yang sehat dan baik, dan perlindungan akses perempuan dalam pengelolaan sumber daya alam. Selain itu hak perempuan atas informasi, hak untuk terlibat dalam pengambilan keputusan diabaikan.
Para perempuan tidak dilibatkan secara penuh dalam pengambilan keputusan dan persetujuan berkaitan kebijakan dan proyek/program pembangunan yang merusak lingkungan, menggusur, merampas tanah dan sumber kehidupan dan penghidupan perempuan, seperti proyek reklamasi, privatisasi pulau-pulau kecil, proyek perkebunan sawit dan tebu skala besar, proyek pulp dan paper, proyek food estate, proyek tambang semen. Proyek-proyek tersebut menghilangkan akses dan kontrol perempuan atas lingkungan sumber daya alamnya. Dengan demikian kebutuhan, kepentingan dan inisiatif perempuan dalam pembangunan menjadi tidak ada.
Begitupun, pengabaian hak perempuan korban kekerasan seksual dan hak perempuan penyintas bencana. Negara sampai hari ini belum memiliki hukum yang menjamin perlindungan dan pemenuhan hak perempuan korban kekerasan seksual; justru diskriminasi sering dialami perempuan korban kekerasan seksual.
Berikut sembilan tuntutan perempuan kepada negara: